Follow As di Face book Klik Gambar
selintas tentang Desa Pesanggrahan
Sejarah Desa Pesanggrahan
1. ASAL USUL DESA
Pesanggrahan, pada zaman dahulu adalah
merupakan sebuah tempat dimana para Petinggi Kerajaan beristirahat dalam
perjalanannya. Konon para Raja, Ratu, Adipati dan Punggawa Kerajaan
antara lain Raja Mataram bersama para istri selirnya sering melaksanakan
permandian di sumber mata air panas Songgoriti dan kemudian
beristirahat atau “Mesanggrah” [bahasa Jawa] di daerah yang
sekarang adalah Desa Pesanggrahan. Geografis wilayah Pesanggrahan yang
terletak di kaki lereng Gunung Panderman dengan panorama yang indah
serta hawanya yang sangat sejuk saat itu menjadikan daya tarik
tersendiri bagi siapapun yang sedang dalam perjalanan untuk beristirahat
di tempat ini, maka pada akhirnya daerah ini dinamakan “DESA
PESANGGRAHAN.”
Dalam era perkembangannya, karena tingkat
pertambahan penduduk yang meningkat dengan perkembangan sosial budaya
masyarakat yang semakin tinggi dengan norma kehidupan masyarakat yang
diatur berdasarkan tatanan pemerintahan, Desa Pesanggrahan terbagi
menjadi beberapa wilayah kecil yang disebut “Dusun” dengan nama yang
juga diambil dengan mengikuti sejarah asal-usul dusun masing-masing.
a. DUSUN SREBET
Kata “Srebet”, berasal dari bahasa Jawa
“Semrebet“, dalam kosakata bahasa Indonesia kata tersebut bersinonim
dengan kata “Semerbak” yang memiliki makna “menebar/semerbaknya aroma
harum/wangi.” Adapun versi masyarakat yang lain mengatakan bahwa makna
kata “Semrebet“ adalah diambil dari sebuah bunyi baju jarik seorang
perempuan yang pada saat berjalan berbunyi “Brebat-brebet“ [bahasa Jawa].
Akhirnya nama Dusun Srebet diambil dari perpaduan dua versi pemahaman yaitu menebarnya [Semrebet] aroma harum dan bunyi [Brebat-brebet]
baju jarik seorang perempuan yang diyakini oleh warga masyarakat
sebagai orang yang berjasa membuka/Bedah Kerawang Dusun Srebet, pada
umumnya masyarakat menyebutnya dengan sebutan “Mbah Nyai Ageng Maimunah
Mayangsari.”
Sejarah tentang kisah biografi dan
asal-muasal tokoh yang diyakini masyarakat setempat sebagai salah
seorang pengikut Pengeran Diponegoro tersebut hingga kini masyarakat
tidak ada yang dapat menerangkannya, dan petilasan yang berupa “Makam
atau Pesarean“ beliau yang berada di Jl. Cempaka Gang Pesarean selalu
diziarahi atau dikunjungi masyarakat baik dari dalam maupun luar
desa/Kota Batu.
b. DUSUN WUNUCARI
Dusun Wunucari terletak disebelah utara
dan berbatasan dengan Dusun Srebet. Pada mulanya dusun ini adalah
sebuah wilayah dusun kecil yang sangat banyak ditumbuhi pepohonan besar
dan rindang, diantara banyaknya pepohonan tersebut terdapat satu pohon
yang paling besar yang konon masyarakat menyebutnya kala itu dengan nama
pohon “Wunut“, sehingga pada akhirnya sebutan “Wunut” tersebut dipakai
sebagai nama daerah ini yaitu “Dusun Wunucari.”
c. DUSUN KRAJAN/PESANGGRAHAN
Dusun Krajan/Pesanggrahan tepatnya berada disekitar Balai Kota Batu [sekarang ini]. Dusun
ini dinamakan “Pesanggrahan” atau “Krajan“, asal kata singkatan dari
“Kerajaan“ yang diambil dari kisah bahwa di tempat inilah pada zaman
dahulu para Raja, Adipati dan Pembesar Kerajaan beristirahat melepas
kelelahan dalam perjalanannya.
Fakta sejarah hingga kini bahwa di daerah ini terdapat banyak berdiri fasilitas peristirahatan yang berupa hotel dan villa.
d. DUSUN MACARI/PESANTREN
Pada zaman dahulu di daerah ini telah
hidup seorang ulama yang menyebarkan ajaran agama Islam, masyarakat
menyebutnya dengan nama “Kyai Matsari” [bahasa Jawa], asal
kata sebutan nama beliau tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu “Kyai
Akhmad Asy’ari.” Pada masa itu beliau telah mendirikan sebuah tempat
pendidikan agama berupa pesantren sebagai tempat beliau mengajarkan ilmu
agama kepada masyarakat.
Karismatik beliau sebagai seorang ulama
yang mengajarkan agama islam telah membawa perubahan masyarakat di
daerah tersebut menjadi daerah santri, sehingga yang pada akhirnya nama
beliau dipakai sebagai nama dusun tersebut yaitu “Akhmad Asy’ari”
masyarakat melafalkan dengan sebutan “Matsari” kemudian dilafalkan
dengan lebih mudah menjadi “Macari” atau masyarakat saat itu sering pula
menyebut daerah ini dengan sebutan “Dusun Pesantren” yang letaknya kini
di sebelah timur Balai Kota Batu.
e. DUSUN TUYOMERTO / SERUH
Tuyomerto atau Seruh/Seruk, dahulu
merupakan daerah pegunungan dengan perkebunan jeruk dan kopi. Karena
letaknya yang berada di daerah pegunungan sehingga banyak terdapat
binatang buas yang berkeliaran di daerah tersebut seperti harimau, rusa,
babi hutan dll. Pada areal hutan dan perkebunan ini masyarakat sekitar
sering menjumpai bekas garukan “Serutan“ [bahasa Jawa] jejak kaki harimau di tanah, dan pada malam hari seringkali terdengar bunyi raungan harimau yang sangat seru [bahasa Jawa],
dalam kosakata bahasa Indonesia “Seru” memiliki arti “melolong keras”.
Dari suara raungan harimau serta garukan/serutan harimau tersebut, pada
akhirnya masyarakat menyebut daerah itu dengan nama Dusun “Seruh/Seruk.”
Pada tahun 1973 dengan kondisi tingkat
sosial ekonomi masyarakat di daerah ini yang mulai berkembang, maka atas
prakarsa seorang petugas Dinas Pengairan Kabupaten Malang yang bernama
Iskhak, masyarakat diajak mandiri secara swadaya berusaha keras
menanggulangi permasalahan masyarakat yang saat itu sedang mengalami
krisis air, dengan upaya membangun jaringan instalasi saluran air yang
berasal dari lereng selatan Gunung Panderman tepatnya di daerah padang
rumput Cemoro Kandang.
Dengan terealisasinya pembangunan
jaringan instalasi tersebut maka melimpahlah sarana air minum di daerah
ini. Karena kondisi melimpahnya debit air inilah, maka akhirnya nama
“Dusun Seruh/Seruk” dengan kesepakatan masyarakat setempat berubah nama
menjadi “Dusun Tuyomerto”.
No comments:
Post a Comment